tren thrift fashion 2025 sedang meledak di kalangan Gen Z Indonesia. Dulu, pakaian bekas atau preloved sering dianggap kuno dan identik dengan stigma negatif, namun kini justru menjadi simbol gaya hidup keren, unik, dan peduli lingkungan.
Toko-toko thrift bermunculan di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Yogyakarta. Media sosial dipenuhi konten haul baju bekas, video styling outfit vintage, hingga tips berburu barang branded di pasar loak. Bahkan, thrift kini menjadi sumber utama gaya personal anak muda yang ingin tampil beda dari tren massal fast fashion.
Fenomena ini menunjukkan pergeseran besar dalam cara generasi muda memandang fashion: bukan lagi soal barang baru dan mahal, tapi soal ekspresi diri, kreativitas, dan keberlanjutan.
Asal-Usul dan Evolusi Thrift Fashion
Popularitas tren thrift fashion 2025 di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang industri pakaian bekas global. Thrifting awalnya populer di negara Barat sejak era 1980-an sebagai respons terhadap konsumsi berlebihan industri fast fashion.
Barang-barang sisa ekspor, pakaian vintage, dan produk bermerek yang masih layak pakai dijual dengan harga murah di toko amal atau flea market. Gerakan ini berkembang menjadi budaya alternatif yang menolak budaya konsumtif dan mendukung ekonomi sirkular.
Di Indonesia, pasar pakaian bekas impor mulai masuk pada awal 2000-an lewat pelabuhan di Sumatera dan Batam, kemudian menyebar ke kota-kota besar. Awalnya hanya diminati kalangan menengah ke bawah karena murah, tapi sejak 2018 mulai digandrungi mahasiswa dan anak muda sebagai alternatif fashion unik dan anti-mainstream.
Media sosial mempercepat transformasi ini. Influencer mode mulai menampilkan outfit vintage dari thrift store, memadukannya dengan gaya streetwear modern, dan menciptakan tren baru yang viral di kalangan Gen Z.
Alasan Gen Z Memilih Thrift Fashion
Ada banyak alasan mengapa tren thrift fashion 2025 digandrungi Gen Z, dan sebagian besar berkaitan dengan nilai pribadi mereka.
Pertama, alasan ekonomi. Harga pakaian thrift jauh lebih murah dibanding produk baru, apalagi brand premium. Dengan budget minim, anak muda bisa mendapat jaket branded, celana jeans klasik, atau kemeja vintage berkualitas tinggi.
Kedua, alasan gaya. Pakaian thrift biasanya unik dan tidak diproduksi massal, sehingga memberi kesempatan untuk tampil beda dari orang lain. Bagi Gen Z, diferensiasi personal sangat penting karena mereka ingin menonjol di dunia media sosial yang penuh konten seragam.
Ketiga, alasan keberlanjutan. Gen Z tumbuh di era krisis iklim dan sangat sadar dampak lingkungan industri mode. Fast fashion dikenal menghasilkan limbah tekstil besar dan mempekerjakan buruh dengan kondisi buruk. Thrift dianggap cara sederhana untuk mengurangi jejak karbon, memperpanjang umur pakaian, dan menolak budaya konsumtif.
Keempat, alasan budaya komunitas. Thrift fashion menciptakan komunitas kreatif yang solid. Mereka saling berbagi tips berburu barang, mengadakan event bazar bersama, hingga membangun bisnis preloved sendiri. Hal ini memberi rasa kebersamaan yang kuat.
Pertumbuhan Industri Thrift di Indonesia
Ledakan tren thrift fashion 2025 juga memicu pertumbuhan industri besar. Pasar Senen (Jakarta), Pasar Gedebage (Bandung), Pasar Tugu (Yogyakarta), dan Pasar Karang Empat (Surabaya) menjadi pusat grosir pakaian bekas yang setiap hari dipadati pemburu barang langka.
Toko-toko thrift kekinian bermunculan di kawasan anak muda seperti Kemang, Sudirman, Braga, dan Malioboro, menata interiornya ala butik modern agar pengalaman belanja lebih nyaman. Banyak juga penjual yang beralih ke platform online seperti Instagram, Shopee, dan TikTok Shop untuk menjangkau pasar nasional.
Bisnis ini sangat menggiurkan. Satu bal pakaian bekas impor bisa berisi 300–400 potong baju dan dijual kembali dengan margin besar. Banyak anak muda menjadikan bisnis thrift sebagai sumber penghasilan utama, bahkan membuka lapangan kerja bagi kurir, fotografer produk, hingga admin media sosial.
Industri laundry dan perawatan pakaian bekas juga ikut tumbuh, karena barang thrift harus dicuci, disetrika, dan difoto sebelum dijual. Ini menciptakan rantai pasok ekonomi baru di sekitar industri fashion preloved.
Pengaruh Media Sosial
Media sosial menjadi motor utama pertumbuhan tren thrift fashion 2025. TikTok dan Instagram dipenuhi video haul thrift, konten mix-and-match pakaian bekas, hingga edukasi soal dampak buruk fast fashion.
Influencer thrift banyak yang mendadak populer dengan ratusan ribu pengikut karena rutin membagikan tips berburu barang branded, cara styling, dan cerita unik tentang asal-usul pakaian yang mereka temukan.
Algoritma media sosial juga mendorong tren ini karena konten thrift cenderung estetik, murah, dan relatable untuk anak muda. Konten seperti “transformasi baju bekas jadi outfit kekinian” atau “styling baju 20 ribu biar kelihatan mahal” sering viral karena menggabungkan kreativitas dan hiburan.
Selain mempopulerkan tren, media sosial juga menjadi kanal penjualan utama. Banyak penjual mengadakan live streaming lelang pakaian, menciptakan sensasi kompetisi antar pembeli dan meningkatkan nilai barang.
Dampak Positif Thrift Fashion
Ledakan tren thrift fashion 2025 membawa banyak dampak positif. Secara ekonomi, thrift membuka peluang bisnis bagi anak muda dengan modal kecil. Mereka bisa memulai usaha dari rumah tanpa butuh pabrik atau gudang besar, cukup memanfaatkan media sosial.
Secara sosial, thrift menumbuhkan budaya reuse dan mengurangi stigma pakaian bekas. Dulu orang malu memakai baju bekas, sekarang justru dianggap keren. Ini mengubah cara pandang masyarakat terhadap nilai barang.
Secara lingkungan, thrift membantu mengurangi limbah tekstil yang menjadi salah satu penyumbang polusi terbesar di dunia. Dengan memperpanjang umur pakaian, permintaan produksi baru bisa ditekan sehingga mengurangi emisi, limbah air, dan penggunaan energi.
Selain itu, thrift fashion juga menumbuhkan kreativitas. Banyak anak muda belajar merancang ulang pakaian bekas (upcycling) menjadi barang baru seperti tas, outer, atau crop top. Ini menciptakan produk unik sekaligus meningkatkan keterampilan desain mereka.
Tantangan Legal dan Regulasi
Meski positif, industri tren thrift fashion 2025 juga menghadapi tantangan serius dari sisi legalitas. Impor pakaian bekas sebenarnya dilarang oleh pemerintah karena dianggap bisa membawa penyakit dan merusak industri tekstil dalam negeri.
Namun, larangan ini sulit ditegakkan karena tingginya permintaan. Banyak pakaian bekas masuk secara ilegal melalui pelabuhan kecil, kemudian dijual bebas di pasar. Pemerintah beberapa kali melakukan razia, tapi bisnis ini tumbuh terlalu besar untuk diberantas total.
Hal ini menimbulkan dilema. Di satu sisi, thrift menciptakan lapangan kerja dan mengurangi limbah. Di sisi lain, bisa mengancam produsen lokal karena harga pakaian bekas impor jauh lebih murah daripada produk baru.
Beberapa pihak mengusulkan agar pemerintah membuat regulasi khusus untuk legalisasi dan standarisasi pakaian bekas impor: barang harus disterilkan, memenuhi standar mutu, dan dikenakan pajak agar tidak merugikan industri tekstil nasional.
Masa Depan Thrift Fashion di Indonesia
Banyak pengamat menilai tren thrift fashion 2025 masih akan terus tumbuh pesat dalam beberapa tahun ke depan, terutama karena dukungan generasi muda yang sangat besar.
Namun, agar industri ini berkelanjutan, perlu ada transformasi dari sekadar jual beli pakaian bekas menjadi ekonomi sirkular yang lebih profesional. Artinya, ada sistem pengumpulan, penyortiran, pembersihan, hingga daur ulang pakaian yang transparan dan ramah lingkungan.
Beberapa startup lokal mulai menjajaki konsep ini, membuat platform jual-beli preloved berbasis digital yang menjamin kualitas barang, riwayat pemakaian, dan sistem retur layaknya e-commerce modern.
Ada juga tren clothing rental (penyewaan pakaian) yang mulai berkembang di kalangan anak muda kota besar, sebagai alternatif konsumsi fashion tanpa harus membeli banyak barang.
Dengan inovasi teknologi, kreativitas anak muda, dan dukungan regulasi yang tepat, thrift fashion bisa menjadi bagian penting dari industri fashion berkelanjutan Indonesia.
Kesimpulan
tren thrift fashion 2025 mencerminkan pergeseran besar budaya fashion di kalangan Gen Z Indonesia. Pakaian bekas bukan lagi simbol kemiskinan, tapi simbol kreativitas, keunikan, dan kepedulian lingkungan.
Tren ini membuka peluang bisnis besar, mengurangi limbah tekstil, dan membentuk komunitas anak muda yang solid. Meski masih menghadapi tantangan legalitas dan persaingan dengan industri tekstil baru, arah pertumbuhannya sangat menjanjikan.
Thrift fashion telah menjadi gerakan sosial yang menggabungkan gaya, ekonomi, dan keberlanjutan — dan kemungkinan besar akan terus mendominasi gaya berpakaian generasi muda Indonesia di masa depan.
Referensi Wikipedia